Kamis, 23 November 2017

Nikmat Kegagalan

“Aku belum jadi pindah ke sana.”
“Oh, nggak apa-apa. Qadarullah, pasti yang terbaik.”
“Iya, kemarin gagal di tahap ketiga.”

Seorang teman dekat bercerita tentang rencananya yang kandas karena satu lagi jatah kegagalan yang ia dapatkan. Bertahun-tahun yang lalu, ia juga pernah mengalami kegagalan untuk mewujudkan cita-cita berkecimpung di dunia medis. Setahun ia tertunda dari teman-teman seangkatan. Meskipun pada akhirnya ia mampu bangkit dan mewujudkan mimpinya dengan menaklukkan Fakultas Kedokteran Gigi di sebuah universitas negeri, keberhasilan itu ia dapatkan setelah memaksakan diri menelan pil pahit sebuah kegagalan.

Gambar:
Sad and depressive wallpaper app
Saya jadi teringat tentang perjalanan studi yang pernah saya jalani. Masuk ke SMP, SMA, hingga perguruan tinggi yang terbilang favorit mengharuskan saya mengikuti sejumlah tes. Dalam hal ini, tingkat keberuntungan saya cukup tinggi. Sekali tes saja, masuk. Bahkan di penghujung SMA mengajukan proposal penerimaan mahasiswa ke tiga perguruan tinggi melalui jalur penelusuran minat dan prestasi, tiga-tiganya menyetujui permohonan saya. Dalam perjalanan studi pun, meskipun saya bukan termasuk mahasiswa berprestasi, lulus-lulus saja tanpa effort yang terlalu besar. Sangat berbeda dengan kisah teman dekat saya itu tadi.

Tetapi memang hidup selalu hadir dengan dua sisi mata uang. Meskipun kegagalan-kegagalan didapatkan dalam hal ujian-ujian untuk studi maupun bekerja, ia mendapatkan kemudahan lain untuk berprestasi. Sebaliknya saya yang mudah melalui tes-tes yang ada, mendapatkan kegagalan dalam sisi lain di kehidupan.

Tak ada yang selalu mulus tanpa cela. Kegagalan demi kegagalan pasti mewarnai perjalanan hidup kita. Tinggal bagaimana kita menyikapinya, mensyukuri setiap kegagalan yang menghampiri. Ah, kegagalan kok disyukuri? Ya, memang begitu. Kegagalan adalah semacam alarm bagi kita agar tetap menyadari posisi sebagai hamba. Bukankah kegemilangan selalu membuat kita cenderung lupa bahwa semua adalah milik-Nya?

Dio Agung Purwanto
Jakarta, 23 November 2017

Tidak ada komentar: