Minggu, 29 Mei 2011

Teruslah Menulis!!

Kata Asma Nadia, nulis itu gampang. Tapi apa emang iya? Kayaknya sih susah banget. Anehnya, sejak SMA aku punya cita-cita sebagai penulis. Mungkin karena sifat dasarnya Dio Agung Purwanto sering punya pede berlebih, jadilah bahkan mendeklarasikan diri sendiri akan menjadi penulis best seller.

Waktu berlalu sekian lama, kapan aku jadi penulis? Kalo nggak dilatih, gimana mau jago? Makanya, mulai sekarang aku mau coba nulis. Terserah nulis apa aja. Kata para penulis itu, nggak usah mikirin apa yang mau ditulis, tapi langsung tulis aja apa yang kita pikirkan.

Mungkin kita selama ini terpaku melihat tulisan para penulis tenar yang tampaknya sangat sulit untuk kita tiru. Perlu diingat bahwa mereka, para penulis itu, dulu juga melewati serangkaian proses yang tidak mudah. Mereka berjuang mengasah keterampilan untuk menulis dengan terus menulis dan menulis. Tak peduli tulisan mereka diterbitkan atau tidak. Tak peduli pandangan sinis orang atas tulisannya. Bagi mereka, semua kegagalan itu adalah langkah maju menuju kesuksesan. Kita semua udah punya jatah sekian kali gagal untuk menuju keberhasilan. Karena itulah, berbahagialah ketika kita gagal, karena itu berarti kita semakin dekat dengan keberhasilan lantaran kegagalan yang menjadi jatah kita sudah kita lalui setapak demi setapak.

Jadi ingat sosok Gol A Gong. Penulis yang satu ini cacat, tangannya cuma tersisa satu. Tapi tulisannya benar-benar mengundang decak kagum kita. Apalagi dia bersama istrinya, Tias Tatanka, bisa demikian suksesnya mengelola Rumah Dunia. Lha, aku kan dikaruniai Allah dua tangan yang masih berfungsi dengan baik. Berarti aku punya kesempatan untuk menulis lebih baik daripada Gol A Gong.

Dibandingkan dengan Asma Nadia pun, harusnya aku bisa melampauinya jauh. Dia bisa pake komputer mungkin baru-baru ini. Tapi aku sekarang udah punya laptop sendiri, masa iya nggak bisa menulis sebagus Asma? Apa lagi Asma sempat gegar otak, sementara aku Alhamdulillah nggak.

Lebih malu lagi kalau aku masih beralasan tidak menulis, sementara Adam Putra Firdaus sudah meluncurkan buku keduanya di usia sepuluh tahun. Padahal di usia dua bulan, ia pernah mengalami pendarahan otak yang serius. Sementara aku? Alhamdulillah, dijauhkan dari kondisi seperti itu

Wah, naif sekali diri ini jika masih memunculkan berbagai excuse untuk tidak menulis dan tidak mengembangkan kreatifitas sejauh mungkin. Toh melalui tulisan, bisa menjalankan fungsi dakwah. Bahkan tulisan bertahan lebih lama daripada sekadar cuap-cuap di depan kelas atau di radio.

Maka dari itu, aku akan terus menulis. Apapun itu, bagaimana pun caraku menuliskannya. Karena dengan tulisan, aku telah membuat sejarahku sendiri. Dengan tulisan, waktuku menjadi lebih produktif. Syukur-syukur jika tulisanku bisa bermanfaat bagi orang lain. Bukankah muslim terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi insan lainnya? Bismillah....

Ditulis pada 31 Agustus 2010, diselesaikan pada 29 Mei 2011.

Harry Poker, Ember of Sekret

Namanya Harry, lengkapnya Harry Prima. Entah mengapa ia diberi nama seperti itu, mungkin dulu orangtuanya anggota PBBP. PBBP bukanlah nama sebuah partai politik di negeri yang menganut sistem multipartai ini, bukan pula sebuah perkumpulan para atlet salah satu cabang olahraga, melainkan sebuah komunitas yang menamai diri mereka sebagai Penggemar Berat Barry Prima. Tahu Barry Prima kan? Itu lho, aktor laga yang ngetop di tahun delapan puluhan.

Harry yang berbadan tegap seratus tujuh puluh senti dan enam puluh dua kilo itu sekarang menyandang status mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di ibukota. Semester lima Universitas Mercusuar, Fakultas Teknik di Jurusan Teknik Tata Boga. Entah sejak kapan teman-temannya menyebut Harry dengan nama Harry Poker, nama yang diberikan teman-temannya karena ia senang sekali memainkan permainan yang satu ini. Walaupun sudah bermain poker sejak kelas satu SMP, Harry tetap saja belum mampu mengalahkan sahabatnya, Hermini.

Meskipun berkacamata tebal minus lima, Harry bukanlah kutu buku yang hanya berkutat dengan buku-buku tanpa memperhatikan aktivitas lainnya. Ia dikenal sebagai mahasiswa yang doyan aksi, demonstrasi di setiap kesempatan. Dan ia sekarang menjadi salah satu staf ahli di Kementerian Propaganda BEM Universitas Mercusuar.

Pernah sekali ia ditangkap polisi lantaran mementung kepala salah seorang petugas hingga benjol dengan bambu tiang bendera yang dibawanya saat berdemonstrasi di depan Kantor Mahkamah Konstitusi. Benjolan berbentuk segitiga sama sisi dengan ukuran tiap sisinya satu setengah inchi, persis ukuran margin kiri yang harus diperhatikan saat menulis paper tugas kuliah. Namun karena tampangnya yang lugu ditambah penampilan yang kyut, polisi yang menangkapnya menjadi tidak tega. Ia pun dipersilakan pulang setelah dimasukkan ke balik jeruji besi selama sembilan tiga per empat menit.

Nah, itu dia! Harry baru saja datang ke Sekretariat BEM Universitas Mercusuar, yang seringkali mereka sebut ‘sekret’. Harry tetap setia membawa tongkat barunya, tongkat yang ia beli di Pasar Rebo seminggu lalu, katanya sih tongkat itu mengingatkan Harry kepada neneknya. Ini bukan tongkat sembarang tongkat, dibuat langsung dari jati Jepara lengkap dengan ukirannya. Oh iya, jangan pernah membayangkan tongkat ini seperti tongkat sihir. Lebih mirip tongkat penopang korban kecelakaan lalu lintas. Atau mungkin memang itu salah satu fungsinya? Entahlah.

Ternyata Harry tidak datang sendiri. Hermini yang dikenal suka bersolek dan berdandan nyentrik itu kali ini memakai rok panjang merah padam, kaos berwarna salem bening, dan tas hijau menyala. Rambutnya yang panjang bergelombang ia permanis dengan bando berbulu domba yang dihiasi boneka spongebob. Wajahnya penuh riasan trend masa kini, setidaknya seperti itu yang selalu dikatakan Hermini. Eye shadow dengan warna biru laut, ia padankan dengan blush on ungu, lengkap dengan lipstik merah tuna. Ditambah dengan sentuhan lip liner berwarna hijau dengan garis border dua milimeter. Oia, lipstik ini baru saja ia beli di Pasar Senen dua hari yang lalu. Tentu saja dengan membawa sample daging ikan tuna yang sengaja ia beli untuk membuat kreasi puding perayaan ulang tahun Harry beberapa jam yang lalu.

Iya, mereka baru saja merayakan ulang tahun Harry yang ke-21. Sesuatu yang menakjubkan bahwa umur Harry sudah kepala dua, padahal wajahnya masih seperti anak baru di SMA. Tidak berlebihan memang, seantero Universitas Mercusuar juga paham mengenai hal ini. Tampang Harry lebih menarik perhatian mahasiswi perguruan tinggi swasta kenamaan itu daripada Morgan Oey, Scotty ‘American Idol’, Kevin ‘Vierra’, maupun Irfan Bachdim. Kecuali perilakunya yang sering terlihat aneh, Harry jauh lebih keren daripada nama-nama itu.

Salah satu perilaku aneh Harry ya seperti sepekan terakhir ini, dia berlagak seperti detektif bersama sahabatnya, Hermini. Apa yang mereka selidiki? Aneh memang, sebuah ember yang ada di Sekret! Menurut cerita beberapa penghuni Sekret yang sering bermalam di sana, ember itu sering menghilang sekitar tengah malam dan kembali lagi menjelang subuh. Dan ember yang biasanya diletakkan di teras belakang Sekret itu selalu kembali dengan banyak bercak darah segar. Nah lho! Ada apakah gerangan?

Setelah bermusyawarah dengan beberapa sahabat penghuni Sekret, akhirnya Harry dan Hermini memutuskan untuk lebih intensif lagi melakukan penyelidikan mereka malam ini. Mereka akan begadang! Hermini dan beberapa penghuni lainnya yang cewek bertugas memastikan ketersediaan logistik. Sementara Harry dan pasukan lelaki yang belum berani mati berjaga di titik-titik yang ditetapkan. Keputusan telah bulat untuk mengungkap misteri ember Sekret malam ini juga, dan mereka pun bergerak mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan tugas masing-masing.

Hermini menangani teh tarik. Asma dan Nadia menyiapkan puding keju lengkap dengan vla kacang hijaunya. Meureen dan Sally menyiapkan berbagai macam kopi. Helvy, Tiana, dan Rosa menyiapkan makan malam. Sementara duo kembar Susi dan Susanti membeli sekantong besar kacang kulit dan sekantong besar kuaci. Wah, menu begadang yang sangat menggiurkan!

Di kubu para lelaki, Harry bersama Alan, Budi, dan Kusuma menyiapkan strategi pengintaian yang sejitu mungkin untuk menangkap pelaku penghilangan ember Sekret. Setelah berbagai pertimbangan dilakukan, mereka menetapkan empat titik penjagaan. Alan, Budi, dan Kusuma berjaga di pintu depan Sekret. Irfan dan Hakim berjaga di dekat kedai sate Pak Robin di seberang Sekret, hitung-hitung mengharapkan Pak Robin berbaik hati membagi sepuluh-dua-puluh tusuk. Harry menjadi pusat kontrol dengan berkeliling pos-pos yang ada sambil memastikan semua titik penjagaan dikawal dengan kondusif. Sementara itu Ahmad dan Fuadi berjaga di teras belakang Sekret di dekat sumur.

Malam mulai beringsut gelap, jama’ah sholat Isya sudah tersapu bersih dari masjid. Harry dan kawan-kawan mulai berkumpul di Sekret. Santapan makan malam pun dihidangkan. Lumayan, perbaikan gizi! Menu makan malam ini sangat bervariasi. Ada tempe, tahu, oncom, dan tauco, lengkap dengan minuman pelengkap berupa susu kedelai. Semuanya ludes dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Malam semakin larut, sebentar lagi kedua jarum jam merapat di angka dua belas. Harry berkeliling Sekret memastikan semua pos penjagaan diawasi dengan baik. Tanpa kekhawatiran sedikit pun, semua penghuni Sekret yang menjalankan misi malam ini masih terus terjaga dengan aktivitas masing-masing. Hanya Irfan dan Hakim yang sedikit lengah, mereka bermain catur. Tapi tak apalah, toh ada Pak Robin di dekat mereka.

Lewat tengah malam, belum ada tanda-tanda target muncul. Harry dan kawan-kawan mulai mengantuk. Berbagai variasi kopi sudah disuguhkan, kuaci dan kacang kulit pun sebentar lagi juga ludes.

Pukul dua lewat sembilan tiga per empat menit, Harry sudah hampir putus asa dan melambaikan kedua tangan tanda menyerah.

“Woaaaaa!!!! Maliiiiiing!!!” Jelas sekali itu paduan suara Ahmad dan Fuadi.

Semuanya lari lintang pukang ke arah sumur di belakang Sekret.

Berhasil! Ternyata target telah berhasil ditangkap! Dengan bangganya, Harry menunjukkan kepada teman-temannya tersangka yang sudah ia bekap dengan karung goni merah jambu yang sengaja ia beli dari toko spare part tadi sore.

“Tadaaaa!!”

Semua mata terbeliak, terpana, terpesona, terbuai. Amboi, sungguh tak disangka! Mereka telah menangkap pelakunya!

Eit! Tapi tunggu dulu! Sepertinya mereka sangat kenal dengan pria yang tadinya dibekap karung goni itu. Tampang yang sangat khas, familiar sekali. Ya, tampang tusukan sate! Pak Robin? Hah?!

Setelah tali yang membebat mulut Pak Robin dibuka, ia tersengal-sengal seperti ikan bilih khas Danau Singkarak dilempar ke Gurun Sahara yang panasnya tak terkira. Semua mata menunggu penjelasan dari Pak Robin, dengan barang bukti otentik P21 berupa ember Sekret yang masih tergenggam erat tangkainya di tangan kanan.

Robin Pakpahan, asli Sukabumi. Umur 43 tahun, istri satu, anak lima. Penjual sate sekaligus office boy di Gedung Mangkuurat, tempat Sekret berada.

Setelah diinterogasi cukup lama. Olala!! Yang dimaksud ember Sekret itu sebenarnya memang ember Pak Robin yang spesial dipakai untuk menaruh daging untuk bahan baku pembuatan sate. Ditaruh di teras belakang Sekret untuk memudahkan Pak Robin mengambilnya setiap malam ketika akan menggelar kedai satenya. Baru diambil tengah malam, karena biasanya jam segitu baru dimanfaatkan untuk memindahkan sisa daging dari baskom besar yang dipakai sejak sore. Dikembalikan menjelang subuh setelah kedainya ditutup. Demikianlah ceritanya. Harry, Hermini, dan kawan-kawan melongo menyimak penjelasan Pak Robin.

Misteri ember Sekret telah terpecahkan. And the case is cleared! Besok, Harry berencana untuk menantang Hermini main poker lagi.

Diselesaikan di Jurangmangu, 28 Mei 2011, pukul 22.01 WIB.

Jumat, 27 Mei 2011

Air Terjun Gang Pocong, Bukan Film Hollywood

Jika dilakukan survey mengenai jumlah penggemar film hollywood di Indonesia, saya adalah salah satu partisipan di sana. Bukan apa-apa, sebagai penikmat film saya cukup banyak diberikan referensi oleh raksasa perusahaan film yang disebut-sebut membiayai zionisme ini. Kabar diberhentikannya impor film hollywood ke Indonesia sedikit banyak menyita perhatian saya juga. Film Indonesia yang memikat hati ini masih sangat terbatas jumlahnya. Sebut saja karya-karya Deddy Mizwar yang banyak tenggelam oleh film esek-esek yang seolah sudah menjadi jati diri perfilman bangsa ini sejak era 80-an.

Tapi tulisan ini bukan untuk membahas kasus film hollywood tersebut lebih mendalam. Toh sudah ada sineas-sineas yang bergerak menyuarakan berbagai alternatif tindakan. Bukan pula untuk menceritakan salah satu judul film Indonesia dengan tipikal horor sensualnya. Lalu saya mau membahas apa?

Saya hanya ingin menceritakan sebuah gang di dekat kontrakan saya. Alkisah terdapatlah sebuah gang sempit sepanjang kira-kira 63 meter yang merupakan celah antara rumah penduduk di salah kawasan Kampung Kalimangso, Jurangmangu Timur. Saking sempitnya, pada titik-titik tertentu hanya bisa dilalui oleh satu orang berukuran badan sedang. Karena itulah, mahasiswa dan masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Gang Pocong.

Meskipun sempit, gang ini sangat sering dilalui oleh pejalan kaki yang menuju ke arah Jalan Ceger Raya atau sebaliknya. Sebagai penghuni di salah satu rumah kontrakan di kawasan Kavling Blue Bird, saya termasuk orang yang sangat sering melewati Gang Pocong ketika menuju kampus. Benar saja, seringkali saya harus berhenti sejenak untuk menghindari tabrakan pada titik-titik yang sangat sempit. Terutama saat jam pergantian jadwal kuliah. Tidak terlalu sulit melewati Gang Pocong bagi mahasiswa langsing seperti saya, kecuali ya ketika berpapasan itu tadi.

Berbulan-bulan melalui Gang Pocong, saya akhirnya menemukan pengalaman lain di gang ini. Memang tidak masalah ketika terik melanda, melalui Gang Pocong malah lebih teduh. Tapi kendala terjadi ketika hujan mulai turun. Gang sempit ini ternyata memberikan suasana baru, air terjun! Ya, demikianlah saya menyebutnya. Atap rumah penduduk di sisi-sisi gang ini ternyata hampir semuanya tidak dilengkapi tandon air. Alhasil ketika saya melewati Gang Pocong saat hujan, basahlah pakaian dan semua bawaan saya sekuyup-kuyupnya. Betul-betul deh, air terjun Gang Pocong! Dan semoga saja tulisan saya yang agak ‘ngawur’ ini bukan memberikan inspirasi bagi sineas Indonesia untuk membuat film esek-esek lagi.

Saya rindu film-film berkualitas, dan saya sangat gembira jika film berkualitas itu produk pemuda Nusantara. Karena dengan film, kita juga bisa belajar tentang kehidupan. Karena dengan film, kita juga bisa menyampaikan pesan moral dengan bahasa yang mudah dicerna.

Oia, satu lagi harapan saya. Semoga tarif Bioskop 21 di Bintaro Plaza ada paket mahasiswa, segera. Rp5.000,00 per film, mungkin? ^^


Ditulis 23 Pebruari 2011, diselesaikan 27 Mei 2011

Kamis, 26 Mei 2011

Untuk Para Aktivis Kampus

“Gua maunya jadi panitia yang dapet jaket ama kaos, tapi kerjanya nggak capek-capek amat,” demikian kira-kira seorang teman berujar ketika saya menawarinya untuk ikut mendaftar menjadi panitia sebuah acara beberapa waktu lalu. Pernyataan yang meluncur dengan ringannya dalam suasana yang santai ini agaknya memang perlu kita perhatikan. Terutama bagi orang-orang yang mengaku dirinya ‘aktivis kampus’ (karena seperti itulah orang lain menyebutnya) lantaran berbagai kepanitiaan dan organisasi yang kerap diikutinya di kampus dan sekitarnya.

Sepintas, kita mungkin menganggap teman yang satu ini belum memahami seluk-beluk dunia kepanitiaan dan organisasi. Bahkan mungkin sebagian dari kita langsung memberikan cap ‘apatis’ kepada dirinya. Atau jika sang aktivis kampus juga merupakan seorang ekstrimis, bukan tidak mungkin teman yang satu ini langsung diberondong dengan sejumlah pernyataan yang menyudutkan tentang selorohannya. Ujung-ujungnya, perselisihan tidak dapat dihindari.

Sobat, mari kita review lagi perjalanan ‘keaktivisan’ kita. Seperti apa sosok kita dalam segudang aktivitas yang berkejaran dengan ruang dan waktu? Apakah kita benar-benar sibuk, atau hanya merasa sibuk? Seperti apa wajah kita ketika menyambut teman-teman kita di saat pekerjaan menumpuk masih membebani kita?

Kita, orang-orang yang mengaku sebagai aktivis, bahkan terkadang jenuh dengan formasi kepanitiaan yang tidak jauh dari orang-orang yang itu-itu juga. Kampus kita diisi oleh banyak sekali manusia yang diberi akal, jiwa, dan jasad, sama seperti kita. Akan tetapi, hanya sejumlah kecil orang-orang yang mau merelakan dirinya menjadi pengelola berbagai event dan organisasi kampus. Apa yang terjadi sebenarnya? Benarkah teman-teman kita itu yang apatis, atau justru kita yang mendorong mereka bersikap demikian?

Sungguh, saya sendiri bosan dengan kata ‘apatis’ yang sudah terlampau sering diangkat menjadi pembicaraan teman-teman para aktivis kampus. Tapi apa dinyana, kita tidak mungkin membiarkan gejala ini begitu saja karena kita (langsung atau tidak langsung) sudah menyatakan diri memiliki social responsibility yang tentu harus diaplikasikan di mana pun berada. Kitalah yang harus mengusir virus-virus apatisme itu.

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Mari kita mulai dari hal yang kecil. Coba ingat kembali rona wajah kita ketika bertemu teman-teman kita di saat sejumlah tugas kepanitiaan dan organisasi bertumpuk di ruang pikiran kita. Berapa banyak senyum mereka yang kita abaikan? Seberapa sering kita meninggalkan mereka begitu saja saat obrolan ringan baru saja akan bermula? Berapa wajah yang kita acuhkan ketika dengan sengaja mengarah kepada kita berharap say hello meluncur dari mulut kita? Pantas saja mereka beranggapan bahwa aktivitas-aktivitas tersebut mengekang kebebasan hidup kita. Wajar jika banyak teman kita yang paranoid dengan kepanitiaan dan organisasi. Kita sering terlihat seperti disiksa oleh setumpuk tugas, lesu lantaran berjibaku dalam sejumlah rapat, dan kerap menampakkan sikap seolah berkata, “Jangan ganggu aku, aku sedang sibuk!”

Rona wajah kita mungkin agak cerah ketika mendapatkan reward kepanitiaan berupa kaos, jaket, topi, pin, atau ketika mendapatkan nametag kepanitiaan yang membuat berbangga hati. Maka jangan heran, itulah yang ditangkap oleh pikiran teman-teman kita. Keikhlasan seolah sudah tiada artinya lagi. Aktivitas-aktivitas itu lebih tampak hanya sebuah upaya memperpanjang curriculum vitae. Sedangkan kuliah tidak jarang dikorbankan, langsung atau tidak langsung.

Alhasil, muncullah anggapan itu. Anggapan yang ujung-ujungnya membuat gerah telinga kita juga. Masa iya ikut kepanitiaan cuma menginginkan reward? Sepintas mereka yang beranggapan seperti itu sering kita anggap “tidak tahu diri”. Tapi sebenarnya bisa jadi kitalah, para aktivis, yang tidak tahu diri. Sudah diberikan anugerah berupa semangat berkontribusi, tetapi tidak dikelola dengan baik. Malah sebaliknya, kontribusi kita malah menghambat orang lain yang sebenarnya memiliki keinginan juga untuk menyumbangkan tenaga, pikiran, dan waktunya. Jika pun mereka surut ke belakang, boleh jadi karena mereka melihat para aktivis yang kuliahnya terganggu, sering tidur di kelas, raut muka yang senantiasa kelelahan, senyum yang susah mengembang, kening yang sering berkerut tegang, bahkan rambut yang cepat beruban.

Masya Allah. Apakah ini bisa menjadi dosa? Semoga saja tidak. Semoga sisa umur ini bisa kita gunakan memperbaiki image seorang aktivis. Bahwa aktivis itu menjalani aktivitasnya penuh sukacita, keikhlasan, dan kesadaran berkontribusi. Lalu marilah kita berdoa agar semua yang telah kita kontribusikan berdampak positif dan bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Amiiin....

Ditulis pada 22 Agustus 2010, diselesaikan pada 26 Mei 2011.

Perjalanan Seorang Bujangan

Liburan kali ini, saya tidak pulang ke rumah karena berbagai alasan. Namun saya akan berbagi pengalaman saya pulang kampung pada liburan terdahulu. Bintaro-Baturaja naik bus langsung itu mah biasa, tapi tantangannya kurang terasa jika dibandingkan dengan backpacking.

Pondok Ranji


Dari kawasan Bintaro, pilihlah untuk naik kereta api dari Stasiun Pondok Ranji. Untuk menuju stasiun ini dari Kampus STAN bisa naik angkot D09 dari Jalan Bintaro Raya atau jika berangkat dari Jalan Ceger Raya bisa naik D22, lalu berhenti di perempatan Bintaro Plaza, cukup membayar Rp2.000,00. Selanjutnya berjalan ke arah Selatan menuju stasiun yang tak seberapa jauh. Kereta api ke arah Merak biasanya berangkat pukul delapan pagi dan pukul satu siang, dengan tarif tiket Rp5.000,00. Perjalanan empat hingga lima jam ini tak akan sepi dari pedagang asongan yang lalu-lalang tiada henti di setiap gerbong kereta. Setelah itu, turun di Stasiun Merak yang persis berada di samping Pelabuhan Merak.

Pelabuhan Merak

Ketika tiba di Pelabuhan Merak, azan Zuhur sudah berkumandang. Bisa saja jika ingin mencari mushola, cukup banyak di sekitar pelabuhan. Namun untuk mengejar waktu perjalanan, saya merekomendasikan Anda untuk segera membeli tiket kapal ferry seharga Rp11.500,00 dan naik ke atas kapal. Beberapa waktu kemudian kapal berangkat, dan Anda bisa melaksanakan sholat Zuhur dengan tenang di atas kapal, plus sensasi goyangan ombak yang menambah nikmatnya sujud di mushola kapal. Jangan lupa untuk men-jamak sholat Asar!

Kapal Ferry

Dua jam di atas kapal, banyak hal yang bisa dilakukan. Termasuk memandangi deburan ombak, memperhatikan kumpulan ganggang laut, dan melihat ikan yang sesekali meloncat di kejauhan, yang acapkali membuat mata berkabut atas ketenangan dan peresapan atas ayat yang diulang-ulang di Surat Arrahman. Di kapal biasanya ada tiga ruangan besar tempat beristirahat. Pilihlah ruangan ekonomi yang tidak menarik biaya tambahan. Sedangkan ruangan bisnis dan eksekutif biasanya dilengkapi dengan kursi empuk, AC, hiburan live music, dan/atau tempat lesehan. Tentunya dengan biaya tambahan, biasanya Rp7.000 ke atas. Tapi, apalah artinya fasilitas itu untuk dua jam perjalanan?

Sambil menikmati deburan ombak dan semilir angin, cobalah perhatikan awak bus yang biasanya berkeliling mencari tambahan penumpang. Cukup tunggu dan perhatikan, biasanya akan ditawari perjalanan lanjutan. Ambillah bus yang menuju atau melewati Bandar Lampung, sepakati harga antara Rp20.000,00 hingga Rp25.000,00. Setelah itu, bergegaslah naik ke bus yang dimaksudkan. Atau jika kesepakatan dilakukan saat kapal belum juga akan merapat, cukup pastikan bus mana yang harus ditumpangi. Namun jangan lupa untuk segera naik ke bus saat terdengar peringatan bahwa kapal akan segera merapat. Alternatif lainnya, Anda tunggu hingga turun di Pelabuhan Bakauheni, baru kemudian mencari bus yang bisa ditumpangi.

Pelabuhan Bakauheni

Tiba di Pelabuhan Bakauheni, pastikan Anda keluar dari kapal dengan menumpang bus yang sudah Anda sepakati dengan awaknya. Setelah itu, silakan nikmati perjalanan sekitar tiga jam menuju Bandar Lampung. Beberapa bus berhenti di Terminal Rajabasa, namun sebagian besar tidak, karena langsung melanjutkan perjalanan. Perhatikan jalan di sekitar bus Anda. Jika Anda sudah menemui beberapa angkot berwarna biru muda, segeralah turun dari bus!

Bandar Lampung

Lanjutkan perjalanan dengan angkot biru muda tersebut, katakan pada sopirnya bahwa Anda akan menuju Stasiun Tanjung Karang. Selanjutnya, perhatikanlah jalan di sebelah kiri hingga Anda menemui Masjid Taqwa, berhentilah di sana! Ongkos angkot Rp2.000,00. Masjid Taqwa ada di sebelah Stasiun Tanjung Karang, tunaikanlah sholat Maghrib di sana.

Kesegaran wudhu sholat Maghrib memberikan energi positif yang sangat bermanfaat. Songsonglah loket pembelian tiket kereta api dengan senyuman segar! Jika beruntung, Anda akan langsung mendapatkan tiket kereta ke arah Palembang tanpa antre. Dalam kondisi normal, tiket kelas bisnis seharga Rp60.000,00, sedangkan tiket kelas eksekutif seharga Rp120.000,00. Namun jika sedang dalam libur lebaran, tarif akan naik sejumlah Rp10.000,00. Dengan alasan penghematan (terlalu naif jika saya mengatakan “Apalah arti perjalanan tujuh jam?” untuk hal ini), lebih baik Anda memilih kelas bisnis.

Sembari menunggu keberangkatan kereta pukul sembilan malam, bolehlah berkeliling di sekitar stasiun. Mungkin Anda ingin membeli minuman sebagai bekal perjalanan tujuh jam di kereta. Percayalah, untuk perjalanan kali ini, tak akan ada pedagang asongan di dalam kereta. Oia, makan malam jangan lupa! Ada kedai mi ayam di dekat stasiun, lumayanlah untuk harga Rp4.000,00. Jika sudah terdengar azan, tunaikanlah sholat Isya’ di masjid yang sama dengan tempat sholat Maghrib tadi.
Sudah hampir bisa dipastikan, kereta akan berangkat minimal enam menit melampaui jadwal. Namun jangan sampai membuat Anda lengah tanpa memastikan gerbong mana yang harus Anda tumpangi. Duduklah yang mantap, pastikan barang-barang Anda dalam posisi yang benar-benar aman. Lalu nikmatilah perjalanan malam yang akan penuh dengan perhentian di stasiun-stasiun yang mungkin berjumlah lebih dari seratus. Untuk menghindari was-was terlewatkan Stasiun Baturaja, mintalah petugas terdekat untuk mengingatkan Anda.

Baturaja

Sekitar pukul dua dini hari, sebaiknya Anda berjaga. Isilah waktu tersebut dengan tilawah, membaca buku, atau kegiatan ringan bermanfaat lainnya. Sebelum azan Subuh berkumandang, Insya Allah Anda sudah tiba di Stasiun Baturaja. Selamat datang di Kota Beras, bersih-elok-rapi-aman-sejahtera! Lalu tetapkanlah tujuan Anda selanjutnya. Dalam kondisi normal, ojek di kota ini bertarif Rp3.000,00 untuk ke sudut kota mana pun. Jika pun si tukang ojek meminta lebih, pasanglah harga maksimal Rp5.000,00.

Trik Perjalanan Seorang Bujangan

1. Siapkanlah perjalanan Anda sebaik mungkin! Minimal bawalah bekal untuk makan siang ketika tiba di Pelabuhan Merak, air minum secukupnya, dan obat praktis sesuai penyakit bawaan.
2. Jangan lupa menyertakan peralatan mandi dalam bawaan Anda!
3. Meskipun dengan celana panjang sudah bisa melaksanakan sholat, tidak ada salahnya menyiapkan kain sarung untuk berjaga-jaga jika celana terkena najis dalam perjalanan. Ingatlah bahwa perjalanan Anda menggunakan angkutan umum yang rawan terkena muntah, kencing bayi, dan sebagainya.
4. Letakkan mushaf Alqur’an dan bacaan pengisi perjalanan di tempat yang mudah dijangkau dalam tas Anda!
5. Pakailah celana panjang, baju lengan panjang, penutup kepala, dan jaket! Anda tentu tidak mau bersentuhan kulit secara langsung dengan wanita yang bukan mahram saat berdesakan di angkutan umum.
6. Pilihlah celana berkantong banyak dan jaket dengan kantong dalam di bagian dada! Pisahkanlah uang Anda di beberapa kantong, dompet dan ponsel di kantong jaket bagian dada!
7. Daripada sepatu, lebih baik memakai sandal gunung berbahan karet. Hal ini akan memudahkan Anda ketika harus menghadapi kondisi basah/hujan, sehingga tak perlu repot dengan kaos kaki.
8. Saat berada dalam antrean, sandanglah tas dengan posisi di depan dada!
9. Hindari menggunakan parfum terlalu banyak atau yang beraroma menyengat! Banyak penumpang lain yang tidak menyukai hal itu, bahkan bisa membuat mereka mual dan muntah.
10. Anda pasti paham betul akan kewajiban sholat. Perhitungkanlah dengan matang kemungkinan waktu sholat! Agar Anda bisa memutuskan untuk men-jamak sholat, di awal atau di akhir.
11. Gunakanlah ponsel hanya pada tempat yang Anda yakini keamanannya! Tentu Anda tidak menginginkan jambret merampas ponsel Anda.

Jurangmangu, ba’da Asar 26 Mei 2011

Enam Hal Kecil dalam Sholat Berjamaah


Saya bukanlah seorang ‘alim yang ahli dalam persoalan fiqh. Saya pun bukan seorang yang mumpuni dalam tafsir. Saya jua bukan seorang hamba Allah yang piawai dalam hal ilmu hadist. Namun bolehlah kiranya diri yang naif ini berbagi sedikit hal yang mungkin terluputkan pada rutinitas kenikmatan kita dalam sholat berjamaah.

1. Memaksakan barisan.
Kiranya kita sudah paham benar akan rapatnya shaf dalam sholat berjamaah, pun utamanya memilih shaf terdepan. Tapi terkadang ada keputusan yang sedikit memaksakan kehendak dalam hal ini. Celah sempit pada barisan depan tetap dimasuki walaupun mempersulit gerakan. Padahal kita tahu betul ukuran tubuh kita yang kurang memungkinkan untuk mengisi celah tersebut. Jadilah sholat kita berdesak-desakan dalam barisan rapat seperti saat membentuk bordir dalam unjuk rasa di depan istana presiden. Bahkan karena sempitnya, maka terpaksalah barisan melengkung ke depan dan ke belakang agar gerakan sedikit lega. Khusyuk? Lupakanlah.

2. Menyentuhkan jemari kaki.
Salah satu indikator rapatnya shaf dalam sholat adalah saling bersentuhannya jemari kaki. Tidak masalah jika hal ini dilakukan sewajarnya. Namun ada juga orang-orang tertentu yang terkesan ‘ngotot’ dalam melakukan hal ini. Dalam satu kasus, garis tepi luar kaki senantiasa dibuat bersinggungan dengan garis tepi luar kaki ma’mum di sebelahnya. Ma’mum sebelah menggeser kakinya, malah dikejar lagi supaya kaki tetap bersinggungan penuh, demikian seterusnya. Pada kasus lain, jemari kaki dipaksakan bertumbukan rapat bahkan menindih jemari kaki ma’mum di sebelahnya. Sungguh hal ini bisa mengganggu ma’mum di sebelah kita, apalagi jika bobot tubuh kita bisa menimbulkan tekanan yang cukup besar kepadanya. Cukuplah siku dan pundak yang bersinggungan, tak usah terlalu memaksakan jemari kaki bersentuhan terlalu rapat, apalagi jika harus mengejar-ngejar kaki ma’mum di sebelah kita yang merasa risih dan berusaha menghindar.

3. Gerakan sholat yang over.
Seringkali kita melakukan gerakan-gerakan berlebih saat sholat, yang bisa saja mengganggu ma’mum di dekat kita. Contohnya ruku’ dengan tenaga yang demikian besar sehingga menjadi seolah-olah pohon yang tiba-tiba tumbang dan terhalang pegas sehingga memantul saat menyentuh sumbu horizontal. Contoh lain ketika bangkit i’tidal, hentakan gerakan kita membuat kaki tertekuk dahulu baru kemudian bangkit i’tidal. Sedang melaksanakan sholat atau sedang menari Gending Sriwijaya? Atau misalnya saat akan sujud dari posisi berdiri, lutut kita menumbuk lantai dengan kerasnya seperti antan menumbuk lesung. Bisa jadi dalam waktu singkat lantai masjid berlubang-lubang di posisi tumbukan lutut tersebut. Gerakan-gerakan seperti ini umumnya dilakukan oleh para pemuda yang relatif masih memiliki energi dan semangat yang besar. Tidak masalah jika dipandang dalam persepsi kekokohan fisik pemuda Islam. Namun tak ada salahnya juga jika kita memerhatikan kekhusyukan ma’mum di dekat kita yang mungkin saja terganggu lantaran gerakan sholat kita yang terlalu keras. Mari melakukannya dengan lembut dan gerakan-gerakan halus. Bukankah seperti itu yang dicontohkan Rasulullah SAW?

4. Gerakan lain yang berulang-ulang.
Sebagian ulama berbeda pendapat dengan sebagian yang lain mengenai batasan gerakan di luar gerakan sholat yang boleh dilakukan. Namun di luar hal itu, hendaknya kita juga memerhatikan gerakan-gerakan ini. Gerakan yang diulang-ulang, yakinlah, dapat menimbulkan gangguan bagi ma’mum lain yang menyaksikannya secara langsung atau tidak. Karena itulah, sebaiknya kita memerhatikan bahwa sarung dan pakaian kita yang lain sudah terpasang dengan benar sebelum sholat. Kita juga sebaiknya menahan gerakan-gerakan yang tidak begitu perlu dilakukan, dalam batasan hal itu tidak mengganggu sholat kita. Dengan demikian, cukuplah bagi kita untuk menjaga kekhusyukan sholat berjama’ah.

5. Suara bacaan sholat.
Bukan sesuatu yang salah jika kita mengeluarkan sedikit suara lirih saat membaca lafadz-lafadz dalam sholat. Akan tetapi orang-orang tertentu mengeluarkan suara yang cukup keras, dalam beberapa kasus melampaui suara imam, saat membaca takbir dan lafadz-lafadz sholat yang lainnya. Sungguh bisa lebih baik jika suara itu diminimalkan bahkan jika memungkinkan dilafadzkan dalam hati. Karena pada orang-orang tertentu suara ini benar-benar mengganggu kekhusyukan ibadah sholatnya. Laiklah kita memerhatikan kepentingan saudara kita dalam sholat berjama’ah.

6. Duduk tasyahud.
Tasyahud awal biasanya tidak bermasalah, posisi duduk tasyahud akhirlah yang biasanya membuat ma’mum di sebelah kita terganggu. Beberapa orang di antara kita sulit melakukannya cukup di areal selebar bentangan kaki saat berdiri, terutama bagi yang memiliki proporsi bobot tubuh yang besar. Sebaiknya kita memerhatikan betul kondisi yang ada. Tidak mengapa jika shaf sholat kita cukup memungkinkan untuk melakukan duduk tasyahud akhir secara sempurna, namun tak usah dipaksakan jika tidak memungkinkan. Misalnya saat sholat ‘ied dengan jama’ah yang sangat ramai dan biasanya sangat berdesakan, duduk tasyahud secara sempurna bisa menimbulkan ketidaknyamanan bahkan rasa sakit, maka lebih baik melakukannya seperti tasyahud awal pada sholat dengan dua tasyahud. Sekali lagi pertimbangannya adalah kenyamanan dan kekhusyukan sholat kita dan ma’mum lain di sekitar kita.

Bukan berfatwa, melainkan mengungkapkan sedikit pendapat dari sahaya yang tidak berilmu cukup dalam agama. Mohon dilakukan koreksi atas kesalahan saya, Insya Allah konstruktif. Mari bangun selalu komitmen dan semangat penuh ceria menjalankan sholat fardhu berjamaah di masjid!

(Dalam kefanaan Jurangmangu, ba’da Subuh di pagi ke-26 bulan Mei 2011)