Minggu, 18 September 2016

Pahitnya Ini Merasuk ke Dalam Nadi

Kata Gol A Gong, kopi ini pahit sekali
Biasanya kuaduk sesendok-dua gula pasir
Agar manis menyeruak di antara getir

Tapi malam ini kusengaja tanpa gula
Pahit! Lekatnya terasa di kerongkongan
Sesekali ingin kurasakan rasa aslinya
Asli dari hitam biji kopi yang dihanguskan
Asli tanpa senyuman Raisa yang menawan

Bicara mengenai Raisa, mungkin aku cemburu pada Afgan
Di studio, di panggung, bahkan di smule
Sungguh beruntung itu bujang

Tapi racauan ini bukan tentang Raisa dan Afgan, bukan pula tentang Mario Teguh dan Kiswinar, apatah lagi tentang Justin Bieber dan Sofia Richie. Bukan, karena ini bukan gurauan Lambe Turah di Instagram.

Kata Gol A Gong, kopi ini pahit sekali
Sengaja kupesan espresso double shot
Tanpa penganan, tanpa gula
Kusesap sepenuh jiwa, pahitnya semesta
: duka

Lembar demi lembar majalah kubuka
Beritanya bukan tentang Hamas Syahid dan Aquino Umar, bukan pula tentang Masaji Wijayanto dan Izzah Ajrina, apatah lagi tentang Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia yang termasuk 500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia. Bukan, karena ini bukan laman kapanlagi, detik, dan semacamnya.

Kata Gol A Gong, kopi ini pahit sekali
Panas-panas kuminum di pekat malam
Senada warnanya, antara malam dan kopi
Tanpa mentari, tanpa pelangi
Kuhirup sepenuh sukma, kurenungi maknanya
: sedalam cinta

Empat purnama di hadapan
Terhampar penuh harapan
Dalam upaya, berharap  ridho-Nya
Tak lama lagi aku sarjana
Tapi tunggu dulu! Di mana 'kan kutemukan data?

Bintaro, 18 September 2016

Selasa, 06 September 2016

Janji Sewindu

Windu t'lah melayu
Lembayung sudah kelabu
Bertahun kau larut bersama bayu
Lenyap bersama senyap

Windu t'lah menggugu
Sampai sore itu
Kembali kau buka pintu
Pedih disayat sembilu remuk

Saguer asmara yang kureguk
Rupanya racun penuh kutuk
Segala ikrar yang kau nyatakan
Terkubur bersama lema menawan
: duka

Secarik kertas merah jambu
Dua nama, juga namamu
Bertanggal dalam sebulan
Windu kembali membawa sayatan
: sedalam cinta

Dio Agung Purwanto
Kebayoran Baru, 6 September 2016

Secabik Rindu

Samar kudengar lautan bingar
: mendesau
Tergetar mata kalbu kala imaji menyentak waktu
: rantau
Lamun, sungguh jauh
Renung, amat menggusar

Wahai...
Singgasanamu pelepah enau
Kencanamu punggung kerbau

Duhai...
Mahkotamu anyaman jerami
Mestikamu ani-ani
.
"Kau jangan begini, ini capai sekali."
"Pergilah ke ujung negeri, sekali-sekali tengoklah kami."
.
Nun... keriput mengurai gagahmu
Kekal, kau tetap jiwaku

Dio Agung Purwanto
Bintaro, 3 April 2016