Rabu, 31 Maret 2010

Andai Aku Gayus Tambunan

Hari ini aku sudah kembali ke Jakarta, Indonesia tercinta. Secara khusus aku dan keluargaku dijemput dari Singapura. Lumayanlah, tidak usah beli tiket pesawat. Tiba di Jakarta, ternyata kedatanganku disambut dengan meriah. Sungguh tidak akan terjadi jika aku hanya seorang pegawai biasa.

Televisi, surat kabar, radio, dan berbagai situs internet sibuk memberitakanku. Bahkan saat kucari namaku di Google lewat Blackberry terbaruku, hasilnya 1.260.000! Hahaha...aku bisa mengalahkan kepopuleran Pak Tjiptardjo yang Cuma 153.000! Yah, nikmati sajalah. Kapan lagi dapat kesempatan dipotret media massa sedemikian hebohnya?

Ah, cepat sekali waktu berlalu. Rasanya belum lama aku lulus dari kampus yang sangat kubanggakan. Tapi sekarang, tampaknya ribuan adik kelasku di sana mencaci diriku, bahkan mungkin mereka melayangkan kutukan kepadaku. Tidak salah memang jika mereka marah lantaran nama kampus mereka selalu dicantumkan setiap profil diriku ditayangkan di TV. Ingin rasanya mampir ke kampus, singgah ke Jl. H. Sarmili tempat kosku dulu. Tapi apa kata dunia? Pasti ibu kosku akan marah besar dan mengajak warga kampung mengusirku bahkan membunuhku beramai-ramai. Tak bisa kubayangkan.

Aduh, bagaimana nasib anakku nanti? Waktu dia sekolah, pasti diolok-olok teman-temannya. Atau jangan-jangan pihak sekolah malah tidak menerima kedatangannya? Sungguh, ini semua salahku. Lalu bagaimana dengan istri dan keluarga besarku? Mereka pasti sangat malu. Maafkan aku, Bu. Maafkan anakmu yang sudah sangat mengecewakanmu....

Sekarang aku di sini, sebentar lagi pasti aku diinterogasi. Pengadilan sudah menunggu kehadiranku. Berapa pun ringannya pengacaraku bisa mengusahakan, tapi sepertinya tetap harus kujalani hukuman itu. Oh my God, masa’ iya Gayus Tambunan jadi tahanan?

Aaakgh...! Mengapa begitu cepat berlalu? Mengapa hanya bisa menyesal saat ini? Mengapa kulakukan dulu? Mengapaaa...?!!

Tuhan, kembalikanlah kesempatan itu. Berikanlah aku waktu untuk mengubah jalan hidupku. Sungguh, jika dulu aku masuk Islam hanya karena menikahi istriku, maka sekarang kumohon tunjukkanlah jalan untukku bahwa cahaya Islam mampu membawaku kepada ridho-Mu...! Engkau Maha Penerima Taubat, bukan? Kumohon, berikanlah kesempatan itu....

Oia, teman kosku itu! Ya, di mana dia sekarang? Dulu, dia yang selalu bercerita kepadaku asyiknya ikut li...liii..., liqo’. Ya, liqo’! Ke mana temanku itu sekarang? Katanya liqo’ membuka kesempatan menjalani Islam dengan luas. Liqo’, ya benar liqo’! Aku mau ikut liqo’!! Aku harus mencari tahu temanku itu. Aku mau dia memberitahuku bagaimana aku bisa ikut liqo’. Di mana pun setelah ini aku akan di tempatkan, aku mau liqo’, di penjara sekalipun!

Dio Agung Purwanto

Jurangmangu, 31 Maret 2010

Penuh kerinduan kepada saudara-saudaraku di kelompok liqo’, yang masih menikmati liburan akhir semester.

Kamis, 25 Maret 2010

Ayo Ikut Acara Seru Ini...!

Mengundang keluarga besar teman-teman Blogger
untuk hadir pada acara launching buku Maryam mah Kapok dan No Excuse bersama:

Asma Nadia (Penulis buku-buku best seller, CEO Penerbitan)
Isa Alamsyah (Penulis No Excuse)
Putri Salsa (Penulis, 13 th, Cool Skool, Best Friends Forever, Maryam mah Kapok)
Adam Putra Firdaus (Penulis cilik, 9 th)

Hari Sabtu, 27 Maret 2010
Pukul 16.00 - 18.00
TB. Gramedia Matraman, Jakarta Pusat

Acara Gratis!
Selain bakal ngegosipin dua buku baru: Maryam mah Kapok dan buku No Excuse, sebuah buku motivasi yang sebelum go national telah terjual lebih 60.000 eksemplar, insya allah akan soft launching juga buku karya pengarang cilik Adam Putra Firdaus.

Dengan terbitnya buku terbaru yang ditulis Adam, keluarga Isa Alamsyah - Asma Nadia resmi menjadi keluarga penulis, sebelumnya Adam sudah menulis beberapa cerpen, salah satunya dimuat di buku antologi Tangan-tangan Mungil Melukis Langit.

Putri Salsa sendiri telah menulis sejak usia tujuh tahun, dan sampai saat ini telah memiliki beberapa buku yang diterbitkan, yaitu:
Dunia Caca (dar!Mizan), My Candy (Mizan), The Cute Little Ghost, Cool Skool dan Best Friends Forever (Lingkar Pena). Cerpen-cerpennya juga telah dimuat di antologi Tangan-tangan Mungil Melukis

Temukan rahasia menulis best seller dari keluarga penulis ini,
dan bagaimana mereka membangun minat membaca dan menulis pada kedua ananda!


Hadiah souvenir menarik bagi setiap yang hadir.
Voucher atau cash back Rp50.000 untuk mengikuti workshop pelatihan*, parenting, dll yang diadakan AsmaNadia Publishing House.
serta banjir door prize!

Jangan lewatkan, ajak pasangan dan ananda
mengikuti Sabtu seru dan fun serta edukatif dalam acara launching keluarga penulis ini!

salam

AsmaNadia Publishing House

*ketentuan berlaku

Minggu, 07 Maret 2010

Biarkanlah

Kaki kecil itu menjejak lincah di sela-sela barisan. Tangan mungilnya mengayun penuh ceria seiring tawanya yang begitu bahagia. Bebas sekali, tanpa beban.

Biarlah, jangan kau halangi ia! Ini tempat dan saat bermain yang aman untuknya. Sebentar lagi toh dia akan keletihan dan tertidur. Dan kau malah akan merasa ada sesuatu yang hilang.

Coba perhatikan senyumnya yang demikian menggemaskan ketika ia berhasil melewati barikade barisan jamaah yang begitu rapat. Dengarkan tangisannya yang merdu ketika ia terjatuh lantaran kaki mungilnya tersangkut sajadah. Simaklah suaranya yang kebingungan di antara pagar betis yang menjulang jauh melebihi tingginya sambil berteriak, “Abi, Abi....” Lalu sesaat kemudian wajahnya memerah dan memekik seraya makin bingung mencari posisi ayahnya di antara barisan jamaah. Tak lama setelah itu, temannya menghampirinya, ia berhasil dikejar! Lantas pecahlah lagi tawanya penuh suka cita. Ia pun kembali berlomba melintasi arena lari yang tak lebih dari barisan orang-orang pendamba surga yang sedang melaksanakan titah-Nya.

Sudahlah, tak usah kau rintangkan tanganmu ketika ia melintasi tempat sujudmu! Dia tidak mengerti syariat dan memang seharusnya belum mengerti. Biarkan ia bebas bergerak sambil sesekali menggodamu dengan senyumnya yang menggemaskan. Ia hanya tahu bahwa ia senang bermain di sini.
Kita tak pernah tahu persis informasi yang masuk ke otak mungilnya itu. Dia itu perekam yang sangat baik! Setiap gerak sujud, ruku’, takbir, semua mengisi memorinya yang masih sangat segar. Sambil berlari, ia melihat rapatnya barisan. Sambil tertawa, ia memaknai sujud. Sambil berkejaran, ia menyimak lantunan surat cinta-Nya. Sambil menangis penuh manja, ia memperhatikan semua keteraturan dalam beribadah ini.

Subhanallah. Sekali lagi, janganlah kau halangi ia. Biarkan kaki kecilnya menjejak lincah ke semua sudut ruangan. Biarlah tangannya menggapai-gapai, menggodamu dengan senyumnya yang menggemaskan. Tak usah dihalangi ketika ia menembus barisan jamaah. Karena semua itu adalah pembelajaran berarti baginya. Kelak, ‘kan kau dapati bahwa ialah penerus dakwah ini.



Ba’da isya, 27 Nopember 2009