Sabtu, 29 Juli 2017

Berjalan dengan Ponsel

Diakui atau tidak, sebagian dari kita berjalan menenteng ponsel sambil berkali-kali melihatnya disebabkan kurang pede menatap sekitar. Apa yang dilakukan dengan ponsel sambil berjalan?
1. Melihat Jam
Bahkan menitnya belum berubah sudah dilihat dua hingga tiga kali.
2. Clear Chache
Fasilitas one touch untuk membersihkan temporary files menjadi salah satu sasaran. Bahkan mungkin hanya 15MB chache lantaran baru saja dibersihkan semenit lalu.
3. Cek Notifikasi
Buka app facebook, instagram, twitter, path, dan sebagainya hanya untuk memastikan kalau-kalau ada satu saja notifikasi terbaru. Tidak ada notifikasi baru? Cari posting facebook yang terlihat akan ramai dikomentari, tinggalkan komentar walaupun sekadar satu kata, "jejak." Let's see, beberapa menit kemudian, notifikasi berdatangan.
4. Cek Grup
Buka line, whatsapp, dan sebagainya. Siapa tahu ada posting lucu yang belum ada di "grup sebelah", jadi bisa di-copy.
5. Lock and Unlock
Tampaknya yang ini cukup parah. Tapi memang ada loh, teman yang berjalan sambil berkali-kali membuka dan mengunci layar ponsel. Biasanya karena kombinasi pattern atau password agak rumit, jadi terlihat sedikit sibuk.

Salah? Nggak juga sih. Tapi berjalan sambil 'bercengkrama' dengan ponsel menurunkan kepekaan dan konsentrasi kita terhadap sekitar. Bisa tertabrak orang atau kendaraan, terbentur tiang, terjerembab, atau meringsek ke lubang yang luput dari perhatian. Ayo hentikan sejenak aktivitas 'iseng' dengan ponsel ketika berjalan. Tunggulah hingga kita berhenti dan duduk. Atau jika mendesak, menepilah dan berhenti sebentar. Kalau sedang berjalan, tegakkan badan dan edarkan pandangan ke sekitar. Jangan grogi, lha wong mereka pada lihatin ponsel, bukan merhatiin kita.

Dio Agung Purwanto
Bintaro, 29 Juli 2017

Rabu, 12 Juli 2017

Transformers dan Kejenuhan Bercerita

Jagat layar lebar kembali disemarakkan franchise film dari negeri paman Sam yang satu ini. Sampai pada seri kelima, tentu mengindikasikan bahwa Transformers diminati masyarakat dunia dan menguntungkan bagi para pembuatnya. Kemegahan produksi yang sangat mengandalkan komputerisasi ini berhasil membuat tercengang jutaan pasang mata dengan aksi tokoh-tokoh di dalamnya. Untuk aksi cepat yang menegangkan dan penuh dentuman suara pemacu denyut jantung, film ini sangat memenuhi unsur hiburan.

Akan tetapi, saya pun bertanya-tanya, di mana unsur kebaharuan film kelima yang diproduseri empat jutawan di bawah Paramount Pictures ini? Ceritanya masih berkutat seputar manusia makhluk bumi yang berdampingan dengan Autobots, lalu situasi memanas atas kehadiran kembali para Decepticon. Sebagai sebuah karya layar lebar dengan jangkauan putar lintasbenua, selayaknya karya sutradara Michael Bay ini memiliki poin unik yang layak dinantikan. Bukan hanya Decepticon datang, Autobots bekerja sama dengan manusia, lalu akhirnya bumi aman. Terlalu klise, tapi demikianlah adanya.

Memang ada kemunculan Quintessa, tapi apa sih kehebatannya? Hanya diserang sedikit saja bisa sedemikian hancur. Bukankah ia yang menciptakan Optimus Prime dan bangsanya? Memang ada sedikit konflik saat Optimus Prime menjadi jahat dan menyerang bumi, tapi lagi-lagi penyelesaiannya terlalu dipaksakan. Ingat cerita Batman jahat yang sadar hanya karena nama ibu  Superman sama dengan nama ibunya? Begitulah kira-kira Optimus Prime di bawah pengaruh Quintessa yang seketika luluh demi mendengar suara Bumblebee.

Kreator film ini hebat, harus diakui. Bukan hal yang mudah menampilkan durasi 150 menit dengan banyak sekali efek yang perfeksionis. Tentu memerlukan banyak tenaga, waktu, dan dana. Tetapi untuk dinilai sebagai sebuah film yang keren, menurut saya susah sekali. Para pemerannya hampir tidak dituntut akting yang demikian mumpuni, sepanjang film mayoritas disuguhi kemewahan CGI semata. Namun, sekali lagi, film ini cukup menghibur.

Bagi saya pribadi, poin 6.8 dari 10 untuk film ini.

Gambar: hdwallpapers.in

#transformers #film #ulasan #ulasanfilm #review #moviereview

Sabtu, 08 Juli 2017

Peter in a Homecoming Movie

Menyempatkan diri menyaksikan film yang ramai diperbincangkan bahkan sebelum rilis resmi ini, saya menikmatinya sebagai sebuah film utuh yang berdiri sendiri. Bukan sebagai sekuel, bukan sebagai serial, pun bukan sebagai remake. Ini adalah sebuah film baru, yang kebetulan saja saya sudah mengenal tokoh dengan nama yang sama di film-film terdahulu. Tak tergerak sedikitpun meraih handphone yang memang saya nonaktifkan, dari awal hingga akhir film ini memenuhi unsur menarik dan menghibur bagi saya.

Peter Parker digambarkan sebagai remaja di tahun kedua SMA. Sangat cocok untuk mendukung cerita tentang kegamangan jiwa mudanya. Bagian inilah yang paling menarik bagi saya. Film yang diproduseri Kevin Feige dan Amy Pascal ini bukan hanya menampilkan Peter beraksi sebagai Spider-Man membantu berbagai warga kota yang kesusahan atau melawan serangan alien dari planet lain. Lebih dari itu, karya apik sutradara Jon Watts ini mengungkap sisi-sisi kedewasaan keponakan Tante May tentang alasan bahwa dia layak menjadi Spider-Man. Tentang kata-kata Tony Starks bahwa Peter tak layak mendapatkan kostum jika tak mampu melakukan apa-apa, juga tentang pilihan Peter untuk meninggalkan Liz demi menghentikan kejahatan ayah gadis kulit gelap yang begitu disukainya itu. Jangan lupakan persahabatan Peter dan Ned yang menjadikan karakter utama di film ini semakin riil sebagai anak SMA. Meskipun tentu saja unsur fantasinya juga bagus.

Saya tidak akan membandingkan Spider-Man: Homecoming dengan pendahulunya. Karena seperti yang saya katakan sebelumnya, saya menikmati film ini sebagai sebuah karya utuh yang berdiri sendiri. Tom Holland bermain dengan sangat baik, begitupun pemeran lainnya. Hanya saja, sepertinya Marvel Studios kehabisan judul. Homecoming di film ini hanya seperti tempelan, tak banyak memberikan latar berarti. Secara keseluruhan, saya memberikan nilai pribadi 8.8 dari 10 untuk film yang didistribusikan Sony Pictures ini.

Dio Agung Purwanto
Bintaro, 8 Juli 2017