Minggu, 11 Juli 2010

Tenun

Tersebutlah kisah benang-benang yang beraneka rupa, tak satu pun di antara mereka yang memiliki kesamaan warna. Ada yang berserat kasar, yang mengilap, dan berbagai tekstur lainnya. Benang-benang yang tiada memiliki kesamaan sifat itu kemudian bertemu dalam sebuah benda yang kemudian mengubah sejarah mereka: mesin tenun.

Satu per satu benang-benang itu dijalin, bertaut satu sama lain. Semakin ditenun, semakin lebar kain yang terbentuk. Semula tercerai-berai, namun ikatan antara benang-benang itu semakin erat tak terpisahkan. Mereka tidak sama, tapi ternyata corak indah mulai terbentuk ketika disatukan dalam jalinan.

Semakin hari, corak-corak tenunan itu kian tegas. Beraneka warna, sedap dipandang. Hingga akhirnya, menjelmalah selembar kain kokoh dengan jalinan rapi di setiap simpul persilangan antarbenang. Tenunan itu telah selesai. Dan lihatlah! Sungguh selembar kain cantik nan menawan! Mana ada corak seindah itu jika hanya satu benang yang digumpalkan?

Erat sekali, disibakkan tidak terputuskan, diperas tiada lepas. Setiap simpul itu telah menjadi saksi benang yang bertautan tanpa rasa enggan. Serat-serat berbagai jenis itu bertaut tanpa peduli berapa kali mereka harus bersilangan.

Semua helai benang itu baru saja selesai ditenun. Kini kain tenunan itu siap untuk diolah lebih lanjut. Ia akan dipotong sesuai pola. Ada yang dijadikan bagian badan, lengan, kerah, dan saku. Lalu bagian-bagian pola itu dineci, dijahit, diobras, diberi kancing, dibordir, hingga jadilah ia kelak sehelai baju nan indah. Bukan tanpa alasan ada bagian yang harus dipotong, karena proses itulah yang akan menghantarkan jalinan benang-benang itu menjadi cantik dan siap pakai.

Kelak, jika sudah menjadi baju, benang-benang itu akan mendapati mereka bertaut dalam satu-kesatuan kokoh. Jalinan di antara mereka tak terpisahkan. Hanya waktulah yang akan membuat mereka lapuk, luluh, lebur menyatu dengan alam. Dan saat itupun, benang-benang itu sejatinya tetap menyatu, butir-butir partikel yang bertautan dalam keindahan abadi.


Jurangmangu, 11 Juli 2010.
22.18 WIB, penghujung Rajab 1431.
Terima kasih atas warna-warna itu. Terima kasih atas semua corak yang telah terabadikan. Terima kasih atas jalinan yang menyatukan.Maaf karena telah menjadi benang yang paling rapuh.

Titik yang Tiada Mengakhiri

Dalam kesyahduan, kerinduan itu membayangi setiap tapak perjuangan.
Ia mengalir, membasahi, melumasi setiap sudut penggerak semangat aktivitas keseharian.
Bukan darah yang mengikat, bukan suku yang menambat, tapi ia begitu erat.
Berat sekali meredam hati, membiarkan perbedaan di setiap hari.
Sudah kubangun istana megah di sanubari, khusus untuk teman sejati.
Bertahun kebersamaan, pahatan indah t’lah terukir di singgasana kalbu.
Entah akan ada lagi yang mengisi hati seperti ini.
Bukan berlebihan jika kunyatakan cinta.
Aku pun tiada mengerti, mengapa jalinan di antara kita demikian indah?
Ada rasa berat jika harus berpisah, ada rasa canggung jika harus merenggang.
Namun kisah ini sampai kapan pun ‘kan terpatri,
menghias sejarah diri yang akan menggaung sepanjang masa.
Visi itu telah menyatukan semangat kita, perbedaan itu telah mengeratkan jalinan cinta kita,
perselisihan itu telah memberi corak jalan hidup kita.
Kita telah bersatu, sampai kapan pun itu.
Maka jangan pernah kau hapus diriku, dari memori dan detak jantungmu.


Special for Genkers, 7 Juli 2010.
D307, 09.09 WIB