Senin, 08 Agustus 2016

Bahasa Ungu

Tak perlu lema mengurai rasa
Karena ia tanpa bahasa
Ungu, menancap jauh ke dasar ternadir
Tanpa pembelajaran diftong yang kerap rancu

Ia hanya ungu, rentaknya redam ke inti nadi
Tanpa perlu alasan, hanya degup yang tahu

(Bintaro, 8 Agustus 2016)

Kamis, 04 Agustus 2016

Pada Mata Angin Kutitipkan Secarik Dendam

Akarnya berserabut,
menghujam ke dasar ternadir
Liangnya menganga,
kukubur bersama pasir
Bumi pun bersaksi,
sisa-sisanya t'lah kusiram derasnya air

Asa yang sempat membara, t'lah kurobek menjadi perca. Perca yang telah terpisah, kutebar ke empat penjuru mata angin. Angin yang semakin mendesau, merangkul gemintang di atas surau. Tidakkah kau saksikan bara itu telah kuredam? Kugenggam hingga padam.

Lalu kau tiup kembali sporanya;
Kemudian kau semai kembali tunasnya;
Lantas kau tebar kembali benihnya;

Kau kejam!

(Bintaro, 4 Agustus 2016)