Menyempatkan diri menyaksikan film yang ramai diperbincangkan bahkan sebelum rilis resmi ini, saya menikmatinya sebagai sebuah film utuh yang berdiri sendiri. Bukan sebagai sekuel, bukan sebagai serial, pun bukan sebagai remake. Ini adalah sebuah film baru, yang kebetulan saja saya sudah mengenal tokoh dengan nama yang sama di film-film terdahulu. Tak tergerak sedikitpun meraih handphone yang memang saya nonaktifkan, dari awal hingga akhir film ini memenuhi unsur menarik dan menghibur bagi saya.
Peter Parker digambarkan sebagai remaja di tahun kedua SMA. Sangat cocok untuk mendukung cerita tentang kegamangan jiwa mudanya. Bagian inilah yang paling menarik bagi saya. Film yang diproduseri Kevin Feige dan Amy Pascal ini bukan hanya menampilkan Peter beraksi sebagai Spider-Man membantu berbagai warga kota yang kesusahan atau melawan serangan alien dari planet lain. Lebih dari itu, karya apik sutradara Jon Watts ini mengungkap sisi-sisi kedewasaan keponakan Tante May tentang alasan bahwa dia layak menjadi Spider-Man. Tentang kata-kata Tony Starks bahwa Peter tak layak mendapatkan kostum jika tak mampu melakukan apa-apa, juga tentang pilihan Peter untuk meninggalkan Liz demi menghentikan kejahatan ayah gadis kulit gelap yang begitu disukainya itu. Jangan lupakan persahabatan Peter dan Ned yang menjadikan karakter utama di film ini semakin riil sebagai anak SMA. Meskipun tentu saja unsur fantasinya juga bagus.
Saya tidak akan membandingkan Spider-Man: Homecoming dengan pendahulunya. Karena seperti yang saya katakan sebelumnya, saya menikmati film ini sebagai sebuah karya utuh yang berdiri sendiri. Tom Holland bermain dengan sangat baik, begitupun pemeran lainnya. Hanya saja, sepertinya Marvel Studios kehabisan judul. Homecoming di film ini hanya seperti tempelan, tak banyak memberikan latar berarti. Secara keseluruhan, saya memberikan nilai pribadi 8.8 dari 10 untuk film yang didistribusikan Sony Pictures ini.
Dio Agung Purwanto
Bintaro, 8 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar