Jumat, 27 Mei 2011

Air Terjun Gang Pocong, Bukan Film Hollywood

Jika dilakukan survey mengenai jumlah penggemar film hollywood di Indonesia, saya adalah salah satu partisipan di sana. Bukan apa-apa, sebagai penikmat film saya cukup banyak diberikan referensi oleh raksasa perusahaan film yang disebut-sebut membiayai zionisme ini. Kabar diberhentikannya impor film hollywood ke Indonesia sedikit banyak menyita perhatian saya juga. Film Indonesia yang memikat hati ini masih sangat terbatas jumlahnya. Sebut saja karya-karya Deddy Mizwar yang banyak tenggelam oleh film esek-esek yang seolah sudah menjadi jati diri perfilman bangsa ini sejak era 80-an.

Tapi tulisan ini bukan untuk membahas kasus film hollywood tersebut lebih mendalam. Toh sudah ada sineas-sineas yang bergerak menyuarakan berbagai alternatif tindakan. Bukan pula untuk menceritakan salah satu judul film Indonesia dengan tipikal horor sensualnya. Lalu saya mau membahas apa?

Saya hanya ingin menceritakan sebuah gang di dekat kontrakan saya. Alkisah terdapatlah sebuah gang sempit sepanjang kira-kira 63 meter yang merupakan celah antara rumah penduduk di salah kawasan Kampung Kalimangso, Jurangmangu Timur. Saking sempitnya, pada titik-titik tertentu hanya bisa dilalui oleh satu orang berukuran badan sedang. Karena itulah, mahasiswa dan masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Gang Pocong.

Meskipun sempit, gang ini sangat sering dilalui oleh pejalan kaki yang menuju ke arah Jalan Ceger Raya atau sebaliknya. Sebagai penghuni di salah satu rumah kontrakan di kawasan Kavling Blue Bird, saya termasuk orang yang sangat sering melewati Gang Pocong ketika menuju kampus. Benar saja, seringkali saya harus berhenti sejenak untuk menghindari tabrakan pada titik-titik yang sangat sempit. Terutama saat jam pergantian jadwal kuliah. Tidak terlalu sulit melewati Gang Pocong bagi mahasiswa langsing seperti saya, kecuali ya ketika berpapasan itu tadi.

Berbulan-bulan melalui Gang Pocong, saya akhirnya menemukan pengalaman lain di gang ini. Memang tidak masalah ketika terik melanda, melalui Gang Pocong malah lebih teduh. Tapi kendala terjadi ketika hujan mulai turun. Gang sempit ini ternyata memberikan suasana baru, air terjun! Ya, demikianlah saya menyebutnya. Atap rumah penduduk di sisi-sisi gang ini ternyata hampir semuanya tidak dilengkapi tandon air. Alhasil ketika saya melewati Gang Pocong saat hujan, basahlah pakaian dan semua bawaan saya sekuyup-kuyupnya. Betul-betul deh, air terjun Gang Pocong! Dan semoga saja tulisan saya yang agak ‘ngawur’ ini bukan memberikan inspirasi bagi sineas Indonesia untuk membuat film esek-esek lagi.

Saya rindu film-film berkualitas, dan saya sangat gembira jika film berkualitas itu produk pemuda Nusantara. Karena dengan film, kita juga bisa belajar tentang kehidupan. Karena dengan film, kita juga bisa menyampaikan pesan moral dengan bahasa yang mudah dicerna.

Oia, satu lagi harapan saya. Semoga tarif Bioskop 21 di Bintaro Plaza ada paket mahasiswa, segera. Rp5.000,00 per film, mungkin? ^^


Ditulis 23 Pebruari 2011, diselesaikan 27 Mei 2011

Tidak ada komentar: