Kata Asma Nadia, nulis itu gampang. Tapi apa emang iya? Kayaknya sih susah banget. Anehnya, sejak SMA aku punya cita-cita sebagai penulis. Mungkin karena sifat dasarnya Dio Agung Purwanto sering punya pede berlebih, jadilah bahkan mendeklarasikan diri sendiri akan menjadi penulis best seller.
Waktu berlalu sekian lama, kapan aku jadi penulis? Kalo nggak dilatih, gimana mau jago? Makanya, mulai sekarang aku mau coba nulis. Terserah nulis apa aja. Kata para penulis itu, nggak usah mikirin apa yang mau ditulis, tapi langsung tulis aja apa yang kita pikirkan.
Mungkin kita selama ini terpaku melihat tulisan para penulis tenar yang tampaknya sangat sulit untuk kita tiru. Perlu diingat bahwa mereka, para penulis itu, dulu juga melewati serangkaian proses yang tidak mudah. Mereka berjuang mengasah keterampilan untuk menulis dengan terus menulis dan menulis. Tak peduli tulisan mereka diterbitkan atau tidak. Tak peduli pandangan sinis orang atas tulisannya. Bagi mereka, semua kegagalan itu adalah langkah maju menuju kesuksesan. Kita semua udah punya jatah sekian kali gagal untuk menuju keberhasilan. Karena itulah, berbahagialah ketika kita gagal, karena itu berarti kita semakin dekat dengan keberhasilan lantaran kegagalan yang menjadi jatah kita sudah kita lalui setapak demi setapak.
Jadi ingat sosok Gol A Gong. Penulis yang satu ini cacat, tangannya cuma tersisa satu. Tapi tulisannya benar-benar mengundang decak kagum kita. Apalagi dia bersama istrinya, Tias Tatanka, bisa demikian suksesnya mengelola Rumah Dunia. Lha, aku kan dikaruniai Allah dua tangan yang masih berfungsi dengan baik. Berarti aku punya kesempatan untuk menulis lebih baik daripada Gol A Gong.
Dibandingkan dengan Asma Nadia pun, harusnya aku bisa melampauinya jauh. Dia bisa pake komputer mungkin baru-baru ini. Tapi aku sekarang udah punya laptop sendiri, masa iya nggak bisa menulis sebagus Asma? Apa lagi Asma sempat gegar otak, sementara aku Alhamdulillah nggak.
Lebih malu lagi kalau aku masih beralasan tidak menulis, sementara Adam Putra Firdaus sudah meluncurkan buku keduanya di usia sepuluh tahun. Padahal di usia dua bulan, ia pernah mengalami pendarahan otak yang serius. Sementara aku? Alhamdulillah, dijauhkan dari kondisi seperti itu
Wah, naif sekali diri ini jika masih memunculkan berbagai excuse untuk tidak menulis dan tidak mengembangkan kreatifitas sejauh mungkin. Toh melalui tulisan, bisa menjalankan fungsi dakwah. Bahkan tulisan bertahan lebih lama daripada sekadar cuap-cuap di depan kelas atau di radio.
Maka dari itu, aku akan terus menulis. Apapun itu, bagaimana pun caraku menuliskannya. Karena dengan tulisan, aku telah membuat sejarahku sendiri. Dengan tulisan, waktuku menjadi lebih produktif. Syukur-syukur jika tulisanku bisa bermanfaat bagi orang lain. Bukankah muslim terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi insan lainnya? Bismillah....
Ditulis pada 31 Agustus 2010, diselesaikan pada 29 Mei 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar