Kamis, 26 Mei 2011

Enam Hal Kecil dalam Sholat Berjamaah


Saya bukanlah seorang ‘alim yang ahli dalam persoalan fiqh. Saya pun bukan seorang yang mumpuni dalam tafsir. Saya jua bukan seorang hamba Allah yang piawai dalam hal ilmu hadist. Namun bolehlah kiranya diri yang naif ini berbagi sedikit hal yang mungkin terluputkan pada rutinitas kenikmatan kita dalam sholat berjamaah.

1. Memaksakan barisan.
Kiranya kita sudah paham benar akan rapatnya shaf dalam sholat berjamaah, pun utamanya memilih shaf terdepan. Tapi terkadang ada keputusan yang sedikit memaksakan kehendak dalam hal ini. Celah sempit pada barisan depan tetap dimasuki walaupun mempersulit gerakan. Padahal kita tahu betul ukuran tubuh kita yang kurang memungkinkan untuk mengisi celah tersebut. Jadilah sholat kita berdesak-desakan dalam barisan rapat seperti saat membentuk bordir dalam unjuk rasa di depan istana presiden. Bahkan karena sempitnya, maka terpaksalah barisan melengkung ke depan dan ke belakang agar gerakan sedikit lega. Khusyuk? Lupakanlah.

2. Menyentuhkan jemari kaki.
Salah satu indikator rapatnya shaf dalam sholat adalah saling bersentuhannya jemari kaki. Tidak masalah jika hal ini dilakukan sewajarnya. Namun ada juga orang-orang tertentu yang terkesan ‘ngotot’ dalam melakukan hal ini. Dalam satu kasus, garis tepi luar kaki senantiasa dibuat bersinggungan dengan garis tepi luar kaki ma’mum di sebelahnya. Ma’mum sebelah menggeser kakinya, malah dikejar lagi supaya kaki tetap bersinggungan penuh, demikian seterusnya. Pada kasus lain, jemari kaki dipaksakan bertumbukan rapat bahkan menindih jemari kaki ma’mum di sebelahnya. Sungguh hal ini bisa mengganggu ma’mum di sebelah kita, apalagi jika bobot tubuh kita bisa menimbulkan tekanan yang cukup besar kepadanya. Cukuplah siku dan pundak yang bersinggungan, tak usah terlalu memaksakan jemari kaki bersentuhan terlalu rapat, apalagi jika harus mengejar-ngejar kaki ma’mum di sebelah kita yang merasa risih dan berusaha menghindar.

3. Gerakan sholat yang over.
Seringkali kita melakukan gerakan-gerakan berlebih saat sholat, yang bisa saja mengganggu ma’mum di dekat kita. Contohnya ruku’ dengan tenaga yang demikian besar sehingga menjadi seolah-olah pohon yang tiba-tiba tumbang dan terhalang pegas sehingga memantul saat menyentuh sumbu horizontal. Contoh lain ketika bangkit i’tidal, hentakan gerakan kita membuat kaki tertekuk dahulu baru kemudian bangkit i’tidal. Sedang melaksanakan sholat atau sedang menari Gending Sriwijaya? Atau misalnya saat akan sujud dari posisi berdiri, lutut kita menumbuk lantai dengan kerasnya seperti antan menumbuk lesung. Bisa jadi dalam waktu singkat lantai masjid berlubang-lubang di posisi tumbukan lutut tersebut. Gerakan-gerakan seperti ini umumnya dilakukan oleh para pemuda yang relatif masih memiliki energi dan semangat yang besar. Tidak masalah jika dipandang dalam persepsi kekokohan fisik pemuda Islam. Namun tak ada salahnya juga jika kita memerhatikan kekhusyukan ma’mum di dekat kita yang mungkin saja terganggu lantaran gerakan sholat kita yang terlalu keras. Mari melakukannya dengan lembut dan gerakan-gerakan halus. Bukankah seperti itu yang dicontohkan Rasulullah SAW?

4. Gerakan lain yang berulang-ulang.
Sebagian ulama berbeda pendapat dengan sebagian yang lain mengenai batasan gerakan di luar gerakan sholat yang boleh dilakukan. Namun di luar hal itu, hendaknya kita juga memerhatikan gerakan-gerakan ini. Gerakan yang diulang-ulang, yakinlah, dapat menimbulkan gangguan bagi ma’mum lain yang menyaksikannya secara langsung atau tidak. Karena itulah, sebaiknya kita memerhatikan bahwa sarung dan pakaian kita yang lain sudah terpasang dengan benar sebelum sholat. Kita juga sebaiknya menahan gerakan-gerakan yang tidak begitu perlu dilakukan, dalam batasan hal itu tidak mengganggu sholat kita. Dengan demikian, cukuplah bagi kita untuk menjaga kekhusyukan sholat berjama’ah.

5. Suara bacaan sholat.
Bukan sesuatu yang salah jika kita mengeluarkan sedikit suara lirih saat membaca lafadz-lafadz dalam sholat. Akan tetapi orang-orang tertentu mengeluarkan suara yang cukup keras, dalam beberapa kasus melampaui suara imam, saat membaca takbir dan lafadz-lafadz sholat yang lainnya. Sungguh bisa lebih baik jika suara itu diminimalkan bahkan jika memungkinkan dilafadzkan dalam hati. Karena pada orang-orang tertentu suara ini benar-benar mengganggu kekhusyukan ibadah sholatnya. Laiklah kita memerhatikan kepentingan saudara kita dalam sholat berjama’ah.

6. Duduk tasyahud.
Tasyahud awal biasanya tidak bermasalah, posisi duduk tasyahud akhirlah yang biasanya membuat ma’mum di sebelah kita terganggu. Beberapa orang di antara kita sulit melakukannya cukup di areal selebar bentangan kaki saat berdiri, terutama bagi yang memiliki proporsi bobot tubuh yang besar. Sebaiknya kita memerhatikan betul kondisi yang ada. Tidak mengapa jika shaf sholat kita cukup memungkinkan untuk melakukan duduk tasyahud akhir secara sempurna, namun tak usah dipaksakan jika tidak memungkinkan. Misalnya saat sholat ‘ied dengan jama’ah yang sangat ramai dan biasanya sangat berdesakan, duduk tasyahud secara sempurna bisa menimbulkan ketidaknyamanan bahkan rasa sakit, maka lebih baik melakukannya seperti tasyahud awal pada sholat dengan dua tasyahud. Sekali lagi pertimbangannya adalah kenyamanan dan kekhusyukan sholat kita dan ma’mum lain di sekitar kita.

Bukan berfatwa, melainkan mengungkapkan sedikit pendapat dari sahaya yang tidak berilmu cukup dalam agama. Mohon dilakukan koreksi atas kesalahan saya, Insya Allah konstruktif. Mari bangun selalu komitmen dan semangat penuh ceria menjalankan sholat fardhu berjamaah di masjid!

(Dalam kefanaan Jurangmangu, ba’da Subuh di pagi ke-26 bulan Mei 2011)

Tidak ada komentar: