Kamis, 29 September 2011

Ikhwan dan Distorsi Budaya Membaca


Ada sebuah fenomena yang cukup menggejala yang saya tangkap setelah sekian lama memerhatikannya. Fenomena seperti ini seyogyanya tidak perlu terus berlanjut, dan harus segera diselesaikan agar generasi penerus tidak tergerus oleh kebiasaan buruk yang membawa masa depan terpuruk. Fenomena itu adalah terdistorsinya minat membaca di kalangan ikhwan, sebutan/istilah bagi para lelaki aktivis yang mengaku dirinya memperjuangkan dakwah islamiyah. Apa pasal? Ada beberapa penyebab yang membuat fenomena ini semakin menggejala.

1. Padatnya Aktivitas

Aktivitas yang padat mau tidak mau membuat banyak energi dan waktu yang terkuras. Hingga memang sering muncul perasaan penat dalam keseharian para ikhwan. Manusiawi memang, siapa pun di antara kita secara alamiah pasti merasakan kepenatan fisik lantaran berbagai agenda yang memenuhi ruang waktu kita. Tetapi menjadi tidak wajar ketika pemenuhan hak fikriyah kita terhambat lantaran kita merasa sudah cukup dengan segenap aktivitas tersebut tanpa perlu upgrading yang memadai. Kuncinya adalah pemaksaan. Konsekuensi logis atas kesediaan mengemban banyak amanah adalah banyaknya hal yang harus dikorbankan dan diperjuangkan. Hak fikriyah kita ini bukan sesuatu yang boleh dikorbankan, melainkan harus diperjuangkan!

2. Hanyut dalam Kegiatan Lain

Akun facebook sangat sering dibuka, film terbaru sangat update, info pemain bola tak pernah ketinggalan. Tapi membaca buku? Nanti siang saja, lalu nanti sore, nanti malam, hingga mata pun terpejam dan pagi menyambut. Aktivitas lain sudah menunggu. Buku? Nanti sajalah setelah mendapatkan ‘hidayah’. Sekalinya ada pembahasan mengenai hal ini di forum halaqoh pekanan, semangat menggelora luar biasa untuk mencapai target sekian halaman per hari. Selesai halaqoh, aktivitas lain ternyata lebih menarik. Pencapaian target membaca buku? Ah, nanti sajalah!

3. Tebang Pilih

Ada tugas dari murobbi! Membuat resume Majmu’atur Rosail. Pinjam ke mana ya? Ah, mungkin al-akh yang itu punya softcopy-nya. Bagi donk! Kan bisa copy-paste-edit. Ketika disuruh menjelaskan, Antum sajalah, Ana menanggapi saja.

Ada novel baru! Penjahit Cinta, Ketika Cinta Bersin, cover-nya wanita bercadar! Ah, beli ah! Dua hari, kelar!

Berkunjung ke kos salah satu al-akh. Idih, apa ini? Annida, Ummi? Itu kan bacaan akhwat? Hmm, pantas saja akhwat cerdas. Lalu bacaan ikhwan apa? Sabili terlalu berat, koran itu-itu saja beritanya, Majalah Tempo kontroversial mulu, masa iya baca Playboy atau Men’s Health? Ah, katalog saja. Ada diskon di supermarket itu, mari belanja!

Masih banyak yang lainnya, tapi saya rasa cukup ini sajalah yang diungkapkan. Ah, malu rasanya. Masih pantaskah berlagak sok hebat? Sementara kepala nyaris kosong.

Jurangmangu, 29 September 2011
Gambar: antarafoto.com

Tidak ada komentar: