Salat di musala pada
pusat perbelanjaan tentu berbeda kondisinya dengan di masjid yang memang luas
dan memiliki dewan kemakmuran sendiri. Area yang sempit, fasilitas wudu
seadanya, terkadang juga pengap dan panas karena posisinya di tempat parkir.
Suasana yang kurang mendukung ini seringkali ditambah jamaah yang berlama-lama
wudu serta imam salat yang tidak mumpuni. Seyogianya para pemuda mengambil
kesempatan ini untuk menjadi bagian yang mempermudah urusan orang lain.
Saat berwudu pada
kondisi sempit demikian, segerakanlah dengan hanya membasuh satu kali pada
masing-masing bagian wudu. Tidak perlu berlama-lama melaksanakan bagian sunnah seolah-olah
berada di fasilitas wudu yang lapang. Apalagi di waktu salat Magrib yang sangat
singkat, mengurangi sekian detik waktu wudu kita berarti memberikan kesempatan
lebih kepada orang lain.
Perkara wudu selesai,
pelaksanaan salat pun sering memperburuk keadaan. Karena ewuh pekewuh, para
pemuda yang sebenarnya lancar membaca Alquran umumnya mempersilakan bapak-bapak
yang terlihat lebih tua untuk mengimami. Padahal, para pemuda yang
bacaannya lancar dan suaranya lantang justru diperlukan demi kelancaran ibadah
di tempat sesak demikian.
Jangan menunggu
lama-lama saling mempersilakan, segera ambil posisi dan isyaratkan makmum untuk
meluruskan dan merapatkan barisan. Rakaat pertama, bacalah ayat yang agak
panjang. Misalnya An-Naba atau An-Nazi’at ayat 1 hingga 18. Mengapa agak
panjang? Karena perlu memberikan kesempatan jamaah lain untuk mengikuti salat
sejak rakaat pertama sehingga meminimalkan makmum yang masbuk. Pada akhirnya
nanti setelah salat selesai, barisan belakang tidak terlalu banyak yang
melanjutkan salat untuk melengkapi rakaat, sehingga tidak banyak halangan dari
jamaah barisan depan untuk keluar agar musala bisa digunakan rombongan jamaah
berikutnya. Sementara itu untuk rakaat kedua dan seterusnya, sesuaikan saja
agar tidak terlalu lama namun juga tidak tergesa-gesa.
Selain panjangnya
bacaan, lantangnya suara juga perlu diperhatikan. Pastikan suara imam mampu
menjangkau semua barisan salat. Karena biasanya tidak menggunakan pengeras
suara, maka imam yang masih muda lebih pantas karena pada umumnya bisa lebih
lantang suaranya. Terutama pada isyarat-isyarat takbir di antara
gerakan-gerakan salat agar tidak ada makmum yang tertinggal.
Seusai salat, maka
sebaiknya bergegaslah meninggalkan musala agar dapat dimanfaatkan rombongan
jamaah berikutnya. Zikirnya di luar saja. Salat rawatib dilewatkan dahulu,
jangan oportunis dengan menunaikan salat rawatib sedangkan musala dibutuhkan
rombongan jamah berikutnya.
Pemuda itu harus
responsif, mampu melihat dan menindaklanjuti keadaan dengan cepat dan cermat.
Benar bahwa amalan sunnah itu dianjurkan, tetapi memberikan kesempatan
saudara-saudara kita ikut beribadah juga adalah hal mulia. Kalau mau rawatib,
zikir dan doa yang panjang, nanti saja ketika salat di masjid nan lapang. Ini
bukan fikih, hanya buah pemikiran atas pengamatan terhadap fenomena. Wallahu a’lam bisshawab….
Bintaro, 28 Mei 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar