Ada gemericik teramat gagu
pada senja-senja yang kudaki
Sejak kugadaikan tembok angkuh
dan kutukar dengan desau tanpa warna
Ada semilir teramat hampa
pada malam-malam yang kuselami
Sejak kuniagakan menara ego
dan kutukar dengan mimpi tanpa cahaya
Pada rinai yang parau
Pada deras yang risau
Pada badai yang sengau
Aku bercengkrama, menerka-nerka
akhir semua balada sayu
Apa kata yang lebih tajam daripada rindu? Apa diftong yang lebih menyayat daripada kau? Apa duka yang lebih dalam daripada kita?
Sedangkan detik, lambat nian ia sampai
Dio Agung Purwanto
12 Januari 2016